Selasa, 24 Januari 2012

At the tea plantation

Beberapa waktu yang lalu, saya dan Mister Menoadji menyempatkan untuk jalan-jalan ke kebun teh di Puncak,Jawa barat. Perjalanan kami lakukan 100% dengan transportasi umum. berangkat dari Jakarta menggunakan KRL commuter jurusan Bogor, dari stasiun Bogor kami menumpang angkot jurusan terminal Baranangsiang, dari Baranangsiang kami melanjutkan perjalanan dengan angkot 01 jurusan Ciawai. Sesampainya di Pasar Ciawi kami berganti dengan angkot jurusan Cisarua. Sesampainya di terminal Cisarua kami menumpang angkot menuju perkebunan GunungMas, angkot berhenti di dalam komplek perkebunan.

Saat pertama kali turun dari angkot, hawa sejuk mengelili kami.Segeeeer kaya' ager-ager.hehehe. Selain kebun teh, di sini juga terdapat pabrik teh, saya sempat merasakan salah satu variant produknya yaitu "walimi". 
Lelah berjalan-jalan (dan berfoto tentu saja), kami kembali melanjutkan perjalanan kami menuju masjid Atta'awun puncak. Perut yang keroncongan setelah setengah hari perjalanan akhirnya terisi juga, di halaman masjid terdapat restoran yang menyajikan berbagai hidangan yang menarik mata dan perut. Lepas sholat ashar kami kembali menaiki angkot, kembali ke kota Bogor.^^


Selasa, 17 Januari 2012

Malam minggu yang malas

Malem minggu kemaren bener-bener males mau kemana-mana, mau ke emol males, mau ke taman males, mau makan (di emol) males, mau masak males.........akhirnya bawa-bawa canon ngider......


Jumat, 13 Januari 2012

Wedding: Kerudung kondangan

Semenjak belajar kreasi kerudung bersama mbak vel , tiap kali ke kondangan pasti gatel pengen praktek sendiri. Lumayan lhaaah, daripada harus keluar duit buat ke salon kerudung.(ngirit mode on)

Kamis, 12 Januari 2012

My dream

Since I was a kids I have a dream that one day I wanna go to this place..........



Bissmilahirahmanirrohim 


I love Masasi Ueda's Comics

Masashi Ueda  adalahseniman manga/ komik  asal Jepang.Saya sangat menyukai karya-karya beliau. Komik-komik beliau rata-rata menceritakan kehidupan sehari-hari masyarakat jepang namun diselingi dengan perbuatan-perbuatan konyol si tokoh utama. Dari beberapa karya beliau saya paling suka kariage Kun. Kariage, tokoh utama manga ini. Nama aslinya adalah Shōta Kariage. Ia adalah karyawan perusahaan swasta yang bernama PT Honnyara. Karakternya sangat jahil dan sering menjahili orang-orang di sekitarnya, mulai dari teman sekantor sampai orang yang tidak dikenalnya sekalipun.



Sofa Bed


Tinggal di rumah yang luasnya tidak seberapa, harus disikapi dengan memilih furniture yang multi fungsi. Sebelum menutuskan untuk tinggal di kotak sabun alias apartemen saya dan Mister Menoadji mulai berangan-angan memiliki barang-barang multifungsi, salah satu dan merupakan satu-satunya barang multi fungsi yang kami miliki adalah sofa bed ini. Selain bisa digunakan untuk duduk santai saat nonton tv, bisa digunakan untuk tidur. Kalo mau tiduran, untuk ukuran badan saya maupun badan Mister Menoadji sebenernya waktu wujudnya masih sifa pun muat, tapi kalo mau gegoleran berdua di depan tv yaaa harus di buka dulu.


Picasa 3.9

Dari dulu tertarik sama edit mengedit foto, tadi iseng-iseng download Picasa3 , otak-atik beberapa foto dan jreng..jeng..jeng inilah hasilnya........



Place what I called "Rumah"

Malu banget waktu nulis judul diatas, karena saya tidak tinggal di tempat yang "belum bisa" disebut rumah. rumah dalam definisi otak saya adalah bangunan yang berdiri/menempel langsung diatas tanah, berhalaman dan ada tanaman atau pohon rindang di depannya. Saat ini saya dan Mister Menoadji tinggal (baca: sewa) di Apartemen "Kotak Sabun" di daerah kalibata. Walaupun tinggal di Kotak Sabun berukuran kurang lebih tiga puluh meter persegi, sudah sepantasnyalah saya mengucap "alhamdulillah".Karena walaupun sempit tapi telah melindungi kami dari hujan dan panas. 
Beberapa pertimbangan kami akhirnya tinggal disini adalah (baca: agak ) dekat dengan lokasi kami bekerja, dekat dengan stasiun (kereta adalah transportasi umum andalan Mister Menoadji), angkutan umumnya mudah (terutama ke kantor saya). Kekurangannya adalah selain luasnya yang tidak seberapa adalah saya tidak bisa mencium bau hujan (kesukaan saya dari kecil adalah memandang hujan dari jendela rumah dan mencium bau ttanah setelah hujan reda). Saya tinggal di lantai 6 (yang pada kenyataannya adalah lantai 5, si pembuat gedung penganut paham anti angka 4,13 dan 14) dimana bahkan suara hujanpun kadang terdengar samar. Pernah suatu kali hujan turun cukup deras hingga air hujan seperti mengetuk kaca jendela kami, dan dengan bodohnya saya menyangka ada orang iseng mengetuk jendela saya dari luar, saat itu Mister Menoadji hanya menanggapi enteng "Siapa yang iseng manjat 6 lantai buat ngetuk jendela"........
Semenjak tinggal di tempat ini, saya belajar untuk berbicara dengan lemah lembut (hoeeek ) dan mengecilkan volume suara saya, karena suara tetesan keran tetangga yang berjarak 6 unit dari unit kami pun terdengar (lebaay).
Selain itu, di tempat ini juga tidak bisa sering-sering bereksperimen mencoba masakan ini dan itu (sungguh beruntung saya yang tidak hobby memasak, terima kasih ya Allah) jangankan memasak yang berbau menyengat, goreng telor aja baunya menyebar ke seluruh penjuru. Beberapa waktu yang lalu ketika papa mengunjungi kami, Mister Menoadji semangat ingin menghidangkan sambal terasi kesukaan papa, saat itu papa belum tiba di kediaman kami, ternyata papa nyasar dan tebak....papa berhasil menemukan yang mana unit kami dari bau terasi, kata papa bau terasin ya menyebar sampai lantai di bawah.

Rabu, 11 Januari 2012

From NY to Jakarta

Tidak terasa November 2011 kemaren genap tiga tahun saya tinggal di Jakarta (Kalo ada yang nanya kenapa nulisnya baru sekarang.....karena saya MA to the LES). Sebenernya tinggal terus menerus or we can call me as permanent resident since November 2009 (walaupun secara hukum KTP saya masih NgaYogyokarto) tapi saya hitung sejak November 2008 ketika melakukan penelitian untuk tugas akhir saya di kampus.

November 2008- Maret 2009
Pertama kali pergi ke Jakarta seorang diri (catet: seorang diri). Sebelumnya saya jarang sekali bepergian ke luar kota seorang diri menggunakan alat transportasi publik dan saat itu demi penelitian saya naik Kereta e Taksaka siang dari Stasiun Tugu-Jatinegara.


Maret-Mei 2009
Kembali ke Jogja untuk bertapa menyelesaikan tugas akhir saya di kampus. Alhamdulilah semuanya dimudahkan, Mei saya dinyatakan lulus.

Juni 2009
Back to Jakarta bersama teman saya Siska "Hot" dan menjalani tes ini dan itu di Depok

Juli-Oktober 2009
Bolak-balik Jogja-Jakarta

Oktober 2009-Desember 2009
Tinggal di Rawamangun,Jakarta Timur, berteman akrab dengan Transjakarta Koridor IV, Bis Mayasari Bakti 57 Pulogadung-Blok M, Patas AC 16 Lebak Bulus-Rawamangun, Metromini 47 Senen-Pondok Kopi, Metro Mini 03 Senen- Rawamangun daaaan ehem...ehem mulai dekat dengan Mister Menoadji.

Januari 2010- September 2011
I moved to Jalan Setiabudi III/No 7, kelurahan Setiabudi, Kecamatan Setiabudi Jakarta Selatan. Setiap memandang keluar jendela kamar terlihat lampu-lampu di Indofood Tower, BNI tower, Wisma Indocement masih menyala. Sampai sekarang terkadang masih suka kangen sama almrh Eyang Adi (eyang kos) yang selalu dipamitin kalo mau berangkat kantor.

Oktober 2011
Start a new life with Mister Menoadji and moved to Tower Damar Apartement Kalibata City South Jakarta.




Selasa, 10 Januari 2012

Wedding: Edna

Dulu waktu masih kecil sampai kira-kira jaman SMA, gw jarang menghadiri pesta pernikahan, bukan karena ga suka tapi lebih karena gak pernah diundang.Undangan kawinan yang gw terima pertama kali dari temen SMP dan kuliah gw mila waktu gw semester 2. Rasanya aneh ya ngeliat nama kita ada di depan undangan pernikahan "Kepada Yth. Rosiana Athiah Damaiyanti".......aneh booook rasanya. 

Beberapa waktu yang lalu temen gw edna menikah, review acaranya bisa dibaca di sini.  
Pagi-pagi udah niat bawa si canon buat sok-sok candid si penganten, tapi apa daya  karena buru-buru kameranya malah ketinggalan, yasuuudahlah tak ada taksi bajaj pun jadi. jadilah gw pake kamera henpon yang buluk bin busuk hasilnya eng...ing eng...druung duuung dung......


foto prewed penganten
foto prewed penganten

terharu sebelum ijab-qobul

senyum2 setelah SAH
biru yang unyuuu

menebarkan senyum tapi dalam hati " ini siger gw miring gak yak?"

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

As usual kalo pagi-pagi sebelum start to work, nyalain PC-open mozilla firefox-browsing2- dan nemu artikel ini (teruus lupa waktu dan lupa kerja...hehehe) cekodoooot:

Beda Perempuan Jepang dan Perempuan Indonesia

Sesuai judulnya, fokus dari tulisan ini adalah bahasan mengenai perbedaan antara perempuan Jepang dan perempuan Indonesia. Tentu ada banyak perbedaan di antara keduanya. Dan dari sekian banyak perbedaan itu, tulisan ini mencoba mengulas perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak.
Perbedaan antara perempuan Jepang dan Indonesia dalam hal menikah dan memiliki anak tentu tidak lepas dari pengaruh posisi kedua negara, yang satu sebagai negara maju (Jepang) dan satunya lagi sebagai negara berkembang atau dunia ketiga (Indonesia). Secara rata-rata, perempuan Jepang sudah pasti well educated jika dibandingkan dengan perempuan Indonesia. Dan kondisi ini sangat mempengaruhi perbedaan paradigma atau cara pandang perempuan kedua negara terhadap yang namanya menikah dan memiliki anak.
Enggan buru-buru menikah
Secara tradisional, umur menikah (marriage age) perempaun Jepang adalah antara 23-25 tahun. Di Jepang, perempuan yang belum menikah di atas umur 25 tahun akan mendapat julukan “chrismast cake”, yakni sebutun untuk kue Natal yang tidak diinginkan lagi oleh siapa pun setelah 25 Desember. Ini memiliki kemiripan dengan di Indonesia, di mana wanita yang telah berumur lebih dari 25 tahun dan belum kunjung menikah juga dianggap telat menikah. Dan seringkali menjadi bahan pergunjingan di keluarga dan lingkungan kerja.
Namun seiring berjalannya waktu, makin banyak perempuan Jepang menjadi wanita karier. Dan bagi mereka, keputusan untuk cepat-cepat menikah adalah sesuatu yang menghambat karier. Menikah dianggap akan membatasi mereka dalam hal karier, karena harus mengurus suami dan anak. Selain itu, mereka juga memiliki kemapanan dan kemandirian secara ekonomi sehingga tidak perlu cepat-cepat menikah.
Karenanya, perempuan Jepang, yang umumnya well educated, memandang menikah sebagai sesuatu yang tidak  harus buru-buru dilakukan. Bahkan, banyak perempuan  Jepang lebih memilih untuk hidup melajang hingga umur yang tidak muda lagi (30-40 tahun) ketimbang buru-buru menikah. Tidak seperti di Indonesia, pilihan melajang bagi seorang wanita adalah sesuatu yang tabu dan pastinya akan menjadi bahan pergunjingan di masyarakat.
Itulah sebab umur kawin pertama (first age marriage) perempuan Jepang cukup tinggi, di atas 25 tahun. Bandingkan dengan umur kawin pertama perempuan Indonesia, yang berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010, sebesar 22 tahun. Hasil sensus pada tahun 2005 di Negara ‘Matahari Terbit’ itu menunjukkan, 32 persen perempuan Jepang masih lajang di awal umur 30 an. Dan hampir 50 persen perempuan berumur antara 25-29 tahun berstatus belum menikah. Sementara di Indonesia, hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa  74,71 persen perempaun berumur antara 25-29 tahun berstatus telah menikah, dan 90,39 persen perempuan berumur antara 30-34 tahun juga berstatus telah menikah.
Enggan memiliki anak
Selain enggan menikah, perempuan Jepang juga enggan memiliki anak. Bahkan, ada kecenderungan saat ini bahwa perempuan-perempuan Jepang─yang masih lajang─ lebih memilih untuk memelihara anjing ketimbang memiliki anak.
Memiliki anak di Jepang adalah sebuah keputusan yang menuntut konsekwensi ekonomi yang tidak ringan. Biaya untuk mengurus anak sangat mahal, dan membutuhkan investasi dalam hal pendidikan dan kesehatan yang tidak murah. Ditambah lagi dengan adanya kecenderungan bahwa anak-anak yang telah sukses di Jepang justru menelentarkan orang tuanya ketika memasuki usia senja, sehingga memunculkan persepsi untuk apa berlelah-lelah memelihara anak kalau toh nantinya setelah sukses mereka tidak memperhatikan kita.
Konsekwensi dari hal ini sangat jelas, angka kelahiran di Jepang sangat rendah. Kalau sudah seperti ini pertumbuhan penduduk bisa negatif─berkurang─dan lambat laun orang Jepang bisa punah dari muka bumi. Selain itu, struktur penduduk yang kian didominasi oleh kelompok usia tua akan menambah beban anggaran pemerintah untuk memberikan jaminan sosial kepada penduduk usia tua, yang tak lagi produktif secara ekonomi. Tidak heran kalau pemerintah Jepang saat ini tak henti-hentinya menghimbau rakyatnya untuk menikah dan memiliki anak.
Bagaimana dengan perempuan Indonesia? Di Indonesia yang terjadi adalah sebaliknya, memiliki anak adalah sesuatu yang begitu didamba oleh perempuan yang baru saja menikah. Karena dianggap sebagai tolak ukur bahwa dia adalah seorang perempuan sejati atau ideal. Seperti halnya telat menikah, tidak memiliki anak adalah aib di Indonesia, dan bakal menjadi bahan pergunjingan di keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat.
Konsekwensi berbeda
Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) pada tahun 2007 menunjukkan perempuan usia subur di Indonesia rata-rata memiliki 2 sampai 3 orang anak. Dan konsekwensi dari hal ini sangat jelas. Kalau pemerintah Jepang dipusingkan oleh rendahnya angka kelahiran, pertumbuhan penduduk yang negatif, dan penduduk yang didominasi kelompok usia tua. Pemerintah Indonesia justru dipusingkan dengan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi─salah satu terpesat di dunia─dan semkain membengkaknya jumlah penduduk usia muda. Meskipun sebetulnya ini juga memiliki sisi positif atau keuntungan buat Indonesia.
Hasil Sensus Penduduk 2010 menunjukkan, dalam sepuluh tahun terakhir penduduk Indonesia tumbuh secara rata-rata 1,49 persen per tahun. Itu artinya, dalam satu tahun secara rata-rata ada tambahan sekitar 3-4 juta penduduk, atau secara kasar hampir sekitar 10.000 bayi di negeri ini yang lahir setiap harinya. Itulah sebab pemerintah begitu genjar mengampanyekan slogan ‘dua anak saja  sudah cukup’, dan tak henti-hentinya menghimbau pasangan yang telah menikah untuk ber KB. Agar negara yang jumlah penduduknya telah menembus 240 juta orang ini─keempat di dunia─bisa selamat dari ledakan jumlah penduduk.
Sumber tulisan: Marriage in Japan: History, Love, Arranged Marriges, International Marriages (2) Yahoo.com (3) Badan Pusat Statistik (BPS)