Rabu, 18 November 2015

Ayo kita naik angkot

Pagi ini habis baca liputan si salah satu konten media online tentang fasilitas transportasi publik di salah satu kota di Australia. Dikatakan dalam artikel itu, pemerintah setempat menginvestasikan milyaran uang untuk transportasi umum. Kata yang digunakan adalah "investasi" bukan subsidi atau "menggelontorkan sejumlah uang". Menarik sekali penggunaan katanya. Investasi dalam kamus besar bahasa berarti penanaman modal untuk tujuan suatu keuntungan. Berarti si pemerintah berharap suatu saat mendapat keuntungan berupa: (menurut saya) udara dengan tingkat polusi rendah, lalu lintas yang tidak terlalu padat dan penghematan sumber daya.
Setiap pagi miris hati saya ketika melongok ke mobil yang terjebak kemacetan di jalan gatot subroto (gatsu). Mobil bagus yang sayang sekali hanya diisi oleh pengemudinya saja, satu mobil satu orang. Coba deh kalo pengemudi tadi naik angkot/mikrolet, dalam satu angkot misal diisi 8 orang. Itu baru angkot yang daya angkutnya sedikit, belum bis ukuran sedang seperti kopaja atau bis yang kapasitasnya lebih besar seperti patas atau busway. Wow, kemacetan di gatsu tau tendean tiap pagi pasti langsung lenyap. 
Saya tahu, sangat tahu bahwa naik kendaraan umum di Jakarta sangatlah tidak nyaman. Panas, berdesakan, bau keringat, tawan kriminalitas, terkadang bau asap rokok dan bonus sopir yang ugal-ugalan. 
"Coba bis nya kayak di luar negeri, pasti gw tiap pagi mau lah naik bis ke kantor." 
"Kalo keretanya kayak di luar negeri, on time, gw pasti naik"
"Kalo gak berdesakan, gw mau kok naik busway"
Pernah denger keluhan-keluhan diatas?
Kenapa sih selalu bandingin keadaan di Jakarta sama di luar negeri. Luar negeri yang mana sih ini yang diperbincangkan? India,somalia,palestina,suriah?
Sebel deh, kalo ada orang yang memakai alasan " diluar negeri lebih baik" untuk tidak naik angkutan umum. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar